posting : fyan wiwiet HUjan 
Oleh : Achmad Basuki
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, mahasiswa selalu  dianggap sebagai sosok yang dapat berpikir kritis, realistis dan  dialektis. Bahkan tak jarang sering radikal dan revolusioner (Ari  Sulistyanto, 1994). Karena sebagai bagian dari generasi muda (pemuda),  status kemahasiswaannya menyandang nilai lebih dari pemuda lainnya.  Melalui kajian-kajian dan pemikiran-pemikiran yang metodis, mahasiswa  diharapkan mampu menangkap, menganalisis, dan mensintesakan setiap  perubahan-perubahan dan dinamika kehidupan yang terjadi dalam  masyarakat. Baik itu menyangkut kehidupan politik, sosial, ekonomi, hak  asasi maupun permasalahan-permasalahan lain yang mengharuskan mahasiswa  untuk menyikapi dan menyuarakan pemikirannya.
Dan tentu saja, sikap dan suara mahasiswa tersebut memerlukan wadah  sebagai penyalurnya. Yang diantaranya dapat berupa organisasi-organisasi  kemahasiswaan yang cukup banyak tersedia di dalam maupun di luar  kampus. Organisasi tersebut dapat berbentuk senat mahasiswa/badan  eksekutif mahasiswa (BEM), badan perwakilan mahasiswa (BPM), unit-unit  kegiatan mahasiswa (UKM), himpunan mahasiswa jurusan/program studi, atau  organisasi ekstra kampus seperti HMI, GMNI, PMKRI, PMII dan sejenisnya.  Kesemua organisasi tersebut mempunyai kegiatan yang berbeda-beda dan  dasar organisasi yang berlainan pula.
Tergantung mahasiswa sendiri untuk menyikapinya dan biasanya  disesuaikan dengan latar belakang, minat dan bakat masing-masing.  Mahasiswa yang aktif di organisasi-organisasi kemahasiswaan tersebut  biasanya di sebut aktivis
Namun demikian, tak dapat dipungkiri, bila masih ada kesan miring  terhadap keberadaan aktivis di organisasi kemahasiswaan yang antara lain  banyaknya aktivis organisasi kemahasiswaan yang merupakan ‘mahasiswa  abadi' atau mahasiswa rawan drop out (DO). Banyak hal yang melatar  belakangi mengapa hal ini terjadi, sehingga alangkah baiknya bila kita  tengok sosok mahasiswa yang ada di kampus.
Bila diamati dengan jeli dikaitkan dengan aktivitas mahasiswa di  kampus, ternyata terdapat dua jenis sosok mahasiswa (Tonny  Trimarsanto,1993) , yakni pertama sosok mahasiswa yang apatis terhadap  kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kedua adalah sosok mahasiswa aktif  di organisasi kemahasiswaan, yang biasanya disebut aktivis seperti  dipaparkan di muka, dengan berbagai kegiatan yang terkadang tidak hanya  aktif di satu organisasi kemahasiswaan.
Walaupun kuliah dalam satu program studi atau jurusan, ternyata dua  sosok yang antagonis ini sangat jelas terlihat perbedaannya dalam  mewarnai dinamika kehidupan kampus.
Mahasiswa yang apatis terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan  tentu saja merupakan mahasiswa yang hanya memikirkan aktifitas  perkuliahannya saja. Segala sesuatunya selalu diukur dengan pencapaian  kredit mata kuliah dan indeks prestasi yang tinggi serta berupaya  menyelesaikan kuliah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun  biasanya sosok mahasiswa seperti ini, justru akan mengalami kelemahan  dan masalah dalam hal sosialisasi diri dengan lingkungannya, sesama  mahasiswa dan masyarakat. Yang dampak negatifnya bisa saja dirasakan  ketika sudah menjadi sarjana dan siap terjun ke masyarakat memasuki  ‘dunia kerja'. Tipologi mahasiswa ini lebih pada sikap pragmatis yang  dimilikinya yaitu kuliah secepatnya, lulus jadi sarjana dan ‘siap  kerja'. Sesederhana itukah?
Karena dunia kerja realitasnya tidak sekedar menuntut kualitas  kesarjanaannya, tapi juga menuntut kualitas sosialisasi. Apalagi dunia  kerja yang menuntut kerja sama dan interaksi yang lebih intens, serta  mengutamakan kemampuan logika berbahasa. Sarjana yang hanya sekedar  mengandalkan logika dunia keilmuannya tentu akan tersisih.
Sedangkan sosok mahasiswa aktivis dalam kegiatan organisasi  kemahasiswaan, adalah mahasiswa yang disamping menekuni aktifitas  perkuliahan tapi juga menyempatkan untuk mengikuti aktifitas organisasi  kemahasiswaan. Keaktifan di organisasi ini biasanya dilandasi oleh  bakat, hobi, tuntutan jiwa organisasi dan kepemimpinan, tuntutan sosial  atau bisa jadi karena pelarian dari aktivitas perkuliahan yang kadang  dianggapnya membosankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar