Kesaksian Petani Tentang Pemenuhan Hak Petani atas Benih
Sumber : www.dewantani.org ( Published on June 2, 2011 )
Wakil-wakil organisasi petani dan masyarakat sipil Indonesia dan  Internasional sebanyak 50 orang telah berkumpul di Bali pada tanggal 12  Maret 2011 untuk membahas nasib petani Indonesia tentang Benih. 
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Serikat Petani Indonesia, Aliansi  Petani Indonesia, IPPHTI (Ikatan petani pengendali hama terpadu)  Indramayu, FIELD, IGJ (Institute for Global Justice); Third World  Network, Yayasan Kehati. Pertemuan ini terkait dengan   diselenggarakannya Sidang Badan Pengatur IV Perjanjian Internasional  tentang  Sumberdaya Genetik Tanaman Pangan dan Pertanian tanggal 14-18  Maret 2011 dengan  Indonesia sebagai tuan rumah. Dalam pertemuan ini,   para petani membagikan pengalaman memuliakan benih-benih  sayuran, padi  dan jagung serta tanaman lain. Dari presentasi tersebut petani  mampu  memuliakan dan menghasilkan varietas-varietas baru, bahkan lebih unggul   dibandingkan dengan varietas dari perusahaan benih.
Hambatan-hambatan yang mereka alami adalah erosi sumberdaya genetik  tanaman  akibat revolusi hijau dan modernisasi pertanian. Sehingga dari  ribuan varietas  tanaman, banyak sudah hilang, dan telah digantikan  dengan sedikit varietas baru  hasil dari lembaga penelitian. Hilangnya  keragaman tanaman akan membahayakan  ketersedaan pangan di masa depan.
Para petani juga  menyesalkan kondisi di lapangan terkait hak petani  atas benih  walaupun Indonesia sudah meratifikasi perjanjian  internasional tentang benih ini  ke dalam UU no 4/2006. Banyak negara  tidak mendukung usaha petani memenuhi  kebutuhan benihnya sendiri, malah  diganti dengan benih dari perusahaan dan  lembaga penelitian.  
Di Indonesia, pemerintah malah  mengkriminalisasi petani  yang  melakukan pemuliaan tanaman jagung. Pemerintah juga tidak mendukung   kreativitas para petani di lapangan, terbukti dengan adanya aturan dan   perundangan yang tidak berpihak pada petani, yaitu UU no 12/1992 tentang   budidaya tanaman dan UU no 29/2000  tentang Perlindungan varietas  tanaman.  Undang-undang tersebut tidak mengakui adanya keberadaan petani  pemulia tanaman.  Dan lebih berpihak pada perusahaan besar dengan  adanya regulasi perijinan dan  proses sertifikasi benih yang rumit, lama  dan mahal.
Walaupun demikian, petani menunjukkan bahwa petani mampu untuk  membuat benih  sendiri, memuliakan dan melestarikannya. Beberapa  organisasi telah melestarikan  benih-benih lokal, mengembangkan benih  baru, serta membuat lumbung benih dan  terus menerus menanamnya walaupun  di lahan sempit.
Dari hasil pertemuan ini, kami sepakat bahwa:
1. Benih adalah sesuatu yang hidup dan sakral, dan tidak untuk dikomersialisasi
2. Petani adalah pemilik benih dan hak petani untuk membuat, mengkonservasi, mengembangkan dan mendistribusikan benih harus diakui dan dihargai.
3. Petani yang membuat dan menyimpan benih tidak boleh dikriminalkan berdasarkan hukum lokal, nasional dan internasional justru harus didukung dan dilindungi.
4. Petani berhak mendapatkan akses teknologi tepat guna yang sesuai dengan kondisi lokal
Karena itu para petani mendesak pemerintah untuk,
1. Merevisi semua undang-undang yang tidak sesuai yang justru melarang petani membudidayakan dan membuat benihnya sendiri;
2. Mengakui benih temuan petani dan melindungi pengetahuan petani dalam mengembangkan benih lokal.
3. Memfasilitasi pelestarian dan pengembangan benih-benih oleh petani yang mampu beradaptasi dengan kondisi lokal.
4. Memfasilitasi pendidikan dan latihan pembuatan benih di tingkat petani dan membantu mendokumentasikannya.
Mengakui Hak Petani atas Benih secara penuh dengan mengimplementasikan UU No 4 tahun 2006 tentang ratifikasi ITPGFRA secara penuh. (One)
1. Benih adalah sesuatu yang hidup dan sakral, dan tidak untuk dikomersialisasi
2. Petani adalah pemilik benih dan hak petani untuk membuat, mengkonservasi, mengembangkan dan mendistribusikan benih harus diakui dan dihargai.
3. Petani yang membuat dan menyimpan benih tidak boleh dikriminalkan berdasarkan hukum lokal, nasional dan internasional justru harus didukung dan dilindungi.
4. Petani berhak mendapatkan akses teknologi tepat guna yang sesuai dengan kondisi lokal
Karena itu para petani mendesak pemerintah untuk,
1. Merevisi semua undang-undang yang tidak sesuai yang justru melarang petani membudidayakan dan membuat benihnya sendiri;
2. Mengakui benih temuan petani dan melindungi pengetahuan petani dalam mengembangkan benih lokal.
3. Memfasilitasi pelestarian dan pengembangan benih-benih oleh petani yang mampu beradaptasi dengan kondisi lokal.
4. Memfasilitasi pendidikan dan latihan pembuatan benih di tingkat petani dan membantu mendokumentasikannya.
Mengakui Hak Petani atas Benih secara penuh dengan mengimplementasikan UU No 4 tahun 2006 tentang ratifikasi ITPGFRA secara penuh. (One)




0 komentar:
Posting Komentar