SUARA ANAK PERTANIAN


ShoutMix chat widget

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 30 Agustus 2010

Kisah menyambut mahasiswa baru

Berjalan memasuki gerbang kampus dipagi hari ini. Gak pagi-pagi amat sih sudah masa-masanya dhuha nih. Udara terik pun telah memenuhi langit kota ku ini. Kota ku yang tercinta kujaga dan kubela, ALLAHU AKBAR. Terhampar sebuah pemandangan yang sedikit berbeda dari hari-hari biasanya. Apa sebab??? Yupz, ternyata hari ini pendaftaran bagi mahasiswa baru yang berhasil menjebloskan diri ke perguruan tinggi ternama di bumi minangkabau ini. Dan lebihnya lagi kampus yang dulu agak sedikit dipandang sebelah mata oleh banyak orang, termasuk umat di ranah bundo ini sendiri. Ada pameo yang beredar dulu kalo ada yang bertanya “ dima kuliah diak?” jika dijawab dengan jawaban seperti ini “ di unand buk.” Maka akan disusul dengan pernyataan “ wah hebat tu!” atau seperti ini “ santiang tu yeh!”, sembari mata berbinar dan berdecak kagum.
Lain halnya jika pertanyaan yang sama dijawab dengan jawaban sebagai berikut, “ awak kuliah di unp nyeh pak.” Maka akan disusul dengan pertanyaan berikut ini..”oo…, dima kampuang ang yuang?”. So seolah-olah yang kuliah di UNP itu cuma orang kampong doing. Eitss tapi jangan salah cuy. Itu sih dulu. Alhamdulillah saya masuk ke unp ini saat paradigma masyarakat sudah berubah. Saat Unp sudah jadi salah satu primadona. Mereka semakin sadar akan penting dan tak kalah hebatnya unp ini. Apalagi sejak ada program sertifikasi guru yang membuat gaji guru meningkat, serta guru-guru zaman sekarang dituntut untuk lebih bersih, peduli dan profesional gituh. Dan orang pun berbondong-bondong ingin jadi guru, tak pelak ini menjadi berkah bagi perguruan yang mengadakan program studi keguruan. Dan unp emang ahlinya untuk hal-hal yang beginian. UNP Termasuk universitas sepuh dan berpengalaman serta teruji dalam mencetak para pendidik generasi bangsa (selain itu juga ada program non keguruan di unp lho).
Rating unp secara nasional pun meningkat dari waktu-ke waktu. Untuk tahun ini saja, berdasar informasi dari dekan kampus biru bahwa untuk penerimaan MIPA terbaik kedua diraih oleh unp (UI nomor 1) dan untuk program studi Pendidikan Matematika tetap jadi favorit utama, secara... terakreditasi A gitu loh. Hmm... narsis mode on.
Oke. Hal yang mau saya ceritakan kali ini adalah laporan pandangan mata yang terekam jelas di memori ini. Karena hal yang terlihat ini sudah lebih kurang 4 kali saya alami. Pengalaman pertama menjadi objek dari kegiatan ini. Dan untuk yang berikutnya yakni sebai subjek atau pelaksana program yang kalangan dakwah kampus nyebutnya dengan amal pelayanan untuk mahasiswa baru. Nah... yo i bro. Ini adalah suasana saat pendaftaran ulang mahasiswa baru yang dinyatakan lulus di unp melalui jalur UMB dan SNMPTN.
Keramaian menyelimuti komplek gedung MKU-BAAK-Puskom unp. Mulai dari Bank nagari, official bank of UNP- coba klo yang jadi rekanan kerja sama unp ini bank syariah, kan lebih ok tuh. Ya kan…. Ayo usulkan ke rector, mau 3x??? Saat ini proses pendaftaran ulang memadukan system IT dan konvensional. Jadi sudah lumayan meminimalisir antrian dan repotnya. Dak seperti dulu yang pos-pos nya banyak. Mulai dari pembayaran spp, ukur jaket, sampai cetak krs. Klo sekarang sih lebih simple dan sederhana, lumayan lah.
Walaupun begitu, tetap saja bagi mahasiswa baru ini merupakan hal yang rumit, apalagi sebagian besar dari mereka berasal dari daerah dan kesini seorand diri atau dengan teman saja. Jelaslah mereka akan pusing dan mengalami kendala, atau minimal mereka perlu waktu yang lama dalam melakukan proses pendaftaran ulang. Dengan adanya kerumitan itulah maka banyak terdapat stand-stand yang dapat melayani mahasiswa baru dalam menjalani proses-proses tersebut. Ada yang bersifat komersil, seperti jasa cuci cetak foto, jasa print dan foto kopi, dll.
Selain itu juga ada nih stand-stand yang didirikan oleh sukarelawan-sukarelawan yang notabenenya adalah mahasiswa senior di kampus ini. Nah ini lah yang jadi sorotan saya kali ini. Standnya di desain sedimikian rupa, ada meja ada kursi, pake spanduk pula. Tujuannya tak lain tak bukan untuk membantu mahasiswa baru secara tulus dan ikhlas. Dan ciri khas khusus bagi sebagian besar stand itu adalah keramahan, senyuman, dan unlimited servis. Para volunteer itu mau menemani langsung sang adik untuk mengurusi tahapan-tahapan pendaftaran. Tak segan-segan terjun langsung kesana-kemari bersama sang adik. Bahkan mencarikan tempat tinggal yang murah dan islami serta kondusif bagi yang belum mendapatkan tempat tinggal di kota ini. Bahkan kabarnya ada nih yang sampe ntraktir minuman segar segala. Okeh ndak tuh.
Spanduk-spanduk yang mereka pasang menunjukkan sambutan kehangatan bagi anggota baru keluarga besar UNP. Seolah ini memupus stigma negative dan paradigma horror terhadap senior. Karena biasanya yang terbayang bagi mahasiswa baru biasanya adalah senior yang galak, judes suka menghardik, sok tegas dan berkuasa, maklum suasana ospek. Apalagi di berbagai kampus pernah diberitakan kekerasan senior terhadap mahasiswa baru. Bahkan ada yang sampai co id cuy….
Demikianlah sebuah potret cinta senior pada juniornya. Berawal dari tidak kenal sama sekali, entah berasal darimana, entah anak siapa, tapi dilandasi dengan keikhlasan dan cita-cita besar untuk menjadikan mereka sebagai simpatisan dakwah dan bahkan kader dakwah itu sendiri,maka kerja ini terus dilanjutkan dari generasi ke generasi. Kami ingin tunjukkan kepada adik2 kami, bahwa di kampus ini kalian punya kakak dan keluarga tempat berbagi suka dan duka, dan semua itu guna meraih keridhoaan Sang Maha Pemilik Kasih Sayang. Wallahu’alam

Minggu, 29 Agustus 2010

Ayahku Petani Sejati

RIWAYAT NYATA... MENJADI SEORANG  PETANI..
 BACA DAN HAYATI..

Ayahku Petani Sejati



 
Aku tidak merasa bahwa ayahku mempunyai sawah yang luas layaknya juragan H. Patuh. Tapi tetap saja ayah memanen, dan tak jarang menjemur hamparan padi di pelataran rumahku. Kata Ibu, ayah cuma bekerja sebagai buruh tani, dan beras yang menghiasi pelataran rumah, pada setiap masa panen itu, berasnya juragan H. Patuh. Ayahku akan mendapat seperempat dari keseluruhan padi hasil panennya.

Di Perkampungan ini rata-rata warganya berpenghasilan dari sawah dan kebun. Mereka yang mempunyai banyak kebun, dan berhektar sawah bisa menanaminya dengan berbagai tanaman, seperti padi, tembakau, lombok, pohon pisang, sayur-sayuran, sengon, mahoni, dan yang masih banyak bertengger di kebun-kebun pohon sawo kecik dan pohon So, kalau orang sini mengatakannya dengan pohon melinjo. Warga yang tidak mempunyai tanah, akan menjadi buruh tani. Kalau menjadi buruh tani juga tidak bisa mencukupi, maka kebanyakan warga, khususnya anak-anak muda sudah mulai merantau untuk cari maisyah.
Perkampungan yang asri, anganku selalu mengatakan demikian. Iya…aku yakin seyakin-yakinnya, hanya di kampung ini kesejatian keasrian bersemayam. Anda tidak akan menemukan wajah muram saat anda bertemu dengan warga kampong desa ini. Wajah warga selalu dihiasi senyum, walau hati kadang saling mengingkari, dan saling menyuburkan penyakit hati.
Aku terus saja berkeliweran di antara padi yang dihamparkan di halaman rumahku. Seperti biasanya, Pohon sawo besar yang berada tepat di depan rumahku, setiap musim panen dijadikan markas burung emprit, dan sebangsanya. Mereka mengintai kuningnya padi yang cocok buat menyambung hidup anak cucu mereka. Saat matahari mulai menampakkan panasnya, Bapak segera memberi komando kepadaku untuk menjemur dan menjaga padi-padi itu supaya selamat dari sentuhan burung-burung pencari rizqi.
Ibuku tidak setuju dengan prinsip ayahku, agar aku selalu menjaga padi-padi itu. Ibu selalu membisikiku,
“jangan mau, toh burung-burung itu minta jatah padi hanya seberapa biji tiap hari, burung tidak punya kulkas, apalagi almari untuk menyimpan makanan, layaknya manusia. Dia makan hanya untuk hari ini. Entah esok, entah lusa, tak pernah ia hiraukan.” Dengan suara lembut dan agak ditahan agar tidak kelepasan. Agaknya ibu takut suaranya di dengar ayah di ruang depan.
Seringkali Ibu tidak setuju dengan keputusan-keputusan ayahku. Biasanya kalau tidak setuju, perlahan dia membisikiku, dan tak terasa mendadak Ibu curhat tentang berbagai hal. Tentang pembagian hasil beras yang tidak adil, tentang beberapa petani yang bekerja bersama ayah. Membicarkan tentang nasib mereka yang selalu pas-pasan.
“Sekarang jelang ujian dan tahun ajaran baru, pasti mereka membutuhkan banyak uang untuk keperluan pendidikan anak-anak mereka,” desah Ibu dengan nafas panjang, seakan dia menanggung dan ikut merasakan apa yang dialami para petani. Bagi ibu, petani-petani yang sejati itu petani yang bekerja untuk beribadah kepada Allah. Mereka yang senyatanya ikut membantu kaya para juragan, tetapi ketika masa-masa sekarang ini jarang kebutuhan-kebutuhan mereka ditulungi juragan.
“biarlah itu burung-burung memakan padinya H. Patuh, biar nanti ketika penimbangan amal kelak di akherat, beban amal sholihnya Haji Patuh tambah,” demikian suara ibu selalu mengulang-ulang kalimat itu. Entah kenapa Ibu selalu gregetan dengan Haji Patuh. Menurut Ibu, walaupun Haji Patuh orang terkaya di desa ini tapi dia pelitnya masya Allah gak ketulungan. Pernah ada petani yang ingin minta upahnya dulu sebelum mereka mengerjakan sawah Juragan, karena kebutuhan pembiayaan anaknya yang sakit, “coba bayangkan….dia tidak dikasih…” kata Ibu lagi. Melihat nasib teman ayahnya seperti itu, Ibu bermaksud menolong dia dengan meminjamkan beberapa uang simpanannya tetapi Bapakku memarahi tanpa alasan. “agaknya ayahmu cemburu…” cerita Ibu menutup perbicangan kita di dapur. Suara dehem ayah membuat Ibu tidak melanjutkan suara hatinya yang masih banyak belum diungkapkan kepadaku.
Aku sekarang mulai berfikir, kenapa ya seringkali ibu takut kepada Ayah dalam hal-hal tertentu. Padahal kalau saya pikir Ibu adalah istri ayah, dan ayah suami Ibu, kenapa Ibu selalu takut mengatakan bahasa hatinya tentang berbagai hal. Untuk apa sebenarnya mereka dulu bertunangan dan menikah, kalau bukan untuk saling percaya, melindungi dan menyayangi, tetapi nyatanya setelah mereka bersatu justru Ibu selalu takut sama ayah. Ayah kadang marah-marah sama ibu dan anak-anaknya. Apakah ini yang berarti keluarga yang tidak sakinah, mawadah, warahmah, seperti dikatakan Pak Kiai itu. Atau sudah sewajarnya manusia berhak memarahi dan marah, sebagai tirakat untuk hidup lebih hidup. Begitulah yang mulai saya pikirkan, saat ibu mengakhiri ungkapan hatinya. Aku terus berfikir tentang arti berkeluarga.
“Sesunggunya apa yang dituju setiap orang yang berkeluarga,” tanyaku pada diri sendiri berulang-ulang dalam hati. Bagaimanapun aku sudah mulai baligh. Usiaku sekarang sudah menginjak lima belasan tahun. Aku mulai berfikir tentang urusan-urusan orang dewasa. Tentang keluarga, tentang hubungan antar tetangga, tentang hubungan antar manusia.
“Disuruh jaga padi, kok malah ngalamun…” tiba-tiba sapaan ayah membuyarkan lamunanku. “itu….burungnya pada jarah padi, zzzzuuuuuh,” sambil melempar segenggam padi untuk membuyarkan burung-burung emprit.
Aku bangga punya Ayah petani. Wajahnya tirus, matanya cekung, tanda dia suka rialat, kulitnya hitam legam bekas dibakar matahari. Urat-urat mengelilingi sekitar tubuhnya, terutama yang kelihatan menojol pada bagian-bagian lengan dan kaki. Sehari-hari ia tak beralas kaki, pun walau sekedar sandal jepit. Sesekali aku tanya perihal itu, dia selalu jawab: biar kita menyatu dengan tanah, karena kita berasal dari tanah, akan dikembalikan ke tanah, maka harus selalu menyatu dengan tanah.
Khas layaknya petani tulen, selalu terselip sabit di samping celananya, caping meneduhinya dari terpaan panasnya mentari. Sungguh manusia sejati, yang rela membakarkan tubuhnya untuk sesuap nasi, dan mengabdikan diri pada Ilahi. Segenap raga bergelut dengan Lumpur, sampai hujan mengguyur, Ayah tetap memaknainya dengan rasa syukur, bahwa hujan selalu membawa berkah yang akan menghidupkan tanah, sehingga berkecambah tumbuhan-tumbuhan yang siap menjadi rahmat bagi manusia sejagat.
“Bapak pergi ke sawah dulu ya Ji….”
“Iya….iya pak hati-hati….”
“jangan lupa, habis jaga padi, kolah diisi.”
Bergegas ayah berjalan enteng menuju persawahan. Hari-harinya dihabiskan untuk mengurus sawah, apalagi pada masa panen seperti sekarang ini. Bisa sampai larut sore Bapak di sawah. Biasanya barisan orang-orang dari dataran tinggi turun untuk ikut membantu memanen padi-padi yang sudah menguning.
Tapi mendadak aku jadi kepikiran kalau terus dipanggil Ji, oleh ayah. Hanya ayah yang memanggilku Ji, ibu memanggilku tole, tapi biasanya hanya dua huruf belakang yang disebut waktu memanggilku, “Leeeeee”. Aku akan menyahutinya dengan suara kencang juga, “dalem Maaaaak,.”
Beda lagi dengan teman-temanku yang memanggilku dengan panggilan Joyo. Maksudnya bukan laksana panggilannya mahapatih, seperti Joyoboyo. Tetapi panggilan itu mulai aku sandang, saat saya dan teman-teman jalan-jalan ke jalan besar di ujung utara kecamatan ini untuk sekedar menghitung dan menyaksikan bis-bis yang berseliweran. Aku selalu mengandalkan bis yang bernama Sinarjaya. Karena bis itu yang sering diceritakan Pak Lekku. Maklum dia orang perantau yang sering naik bis. Teman-teman jadi suka meledek, “mentang-mentang namanya ada Yo nya, terus bis andalannya Sinar Joyo….” Ledek teman-temanku. Aku hanya tersenyum dan balas meledek.
Mulai hari ini aku jadi tidak nyaman, saat tadi ayahku memanggilku dengan julukan Ji. Nama ini lumayan prestise di kampong halaman ku. Karena yang dipanggil Ji biasanya mereka yang sering pakai ketu kaji. Dia sudah pernah menginjakkan kaki di tanah Makkah. Berziarah dan menjalankan perintah agama yang merupakan bagian rukun Islam yang kelima. Padahal Ji untuk namaku adalah petikan dua huruf dari nama lengkapku Ngajiyo: yang berarti belajarlah. Dan terus belajar sampai mati. Jadilah murid terus-menerus, toh walau engkau oleh masyarakat dianggap guru. Karena murid berarti orang yang menghendaki ilmu.
“Kalau engkau menganggap dirimu selalu sebagai murid, maka diamanapun tempat, kepada siapapun engkau tak akan malu untuk bertanya. Toh dihadapan muridmupun, kamu tidak akan segan untuk bertanya, ojo isin sabab tekaburan.” Itulah ungkapan guruku, waktu pengajian di masjid pada pagi hari.
Ayah-Ibuku menamaiku dengan nama yang njawani Ngajiyo, dengan harapan aku supaya selalu belajar dari buaian sampai ke liang lahat. Maka tak heran saat aku menginjak usia yang ke 15 ini, selepas aku menyelesaikan SMP nanti, rencana aku akan di godok di kawah condrodimuko pondok pesantren di salah satu kota petani juga, kalau tak salah di Kabupaten Pati.
Bapak, Ibuku menghendaki aku mondok, daripada sekolah, karena sudah menjadi kacamata berfikir orang-orang di kampungku bahwa yang harus diutamakan dalam hidup itu adalah agama, karena pengetahuan agama yang akan menemani, dan nguyahi kita dalam menjalani hidup yang sebentar ini. Seperti ungkapan orang-orang yang maklum dalam pendengaran kita: “ilmu-ilmu umum tidak akan ditanyakan oleh malaikat munkar dan nangkir di kubur,”

Aku tergolong sebagai anak penurut, dengan keinginan-keinginan orang tua. toh walaupun jiwaku selalu membrontak dengan keinginan-keinginannya. Sebenarnya aku lebih minat untuk menekuni dunia elektronik, karena semenjak SD kelas enam, aku suka mengotak-atik barang elektronik, ketimbang menjelehkan mata di depan buku-buku agama. Aku juga senang menggambar apa saja yang berada di depan mataku. Agama bagiku sudah cukup saya pelajari di mushola-mushola yang setiap hari tak kekuarangan pengajian, dari sorogan sampai bandongan. Di kampungku sendiri juga ada Pesantren, yang pengajian-pengajiannya bisa diikuti oleh orang-orang kampung.
Tapi tetap saja ayah menghendaki aku mondok. Dan keinginan ayah sama halnya keinginanku sendiri yang harus aku jalani. Aku terlalu sering mengutarakan keinginanku, tetapi hanya dampratan yang kudapat, “kamu pingin selamat dunia akherat tidak? Kalau ingin selamat, ikuti saja kata-kata Bapak mu.” Sepertinya Bapak tahu jalan menuju keselamatan dunia akherat. Aku hanya terdiam membisu, kalau bapak sudah mengudarakan kata-katanya. Apalagi Ibu mendukung dengan ungkapan-ungkapan yang menyentuh perasaan, “Iya nanti siapa Lee….yang bisa mendoakan Ibu, kalau Ibu sudah sumare di kubur nanti, kalau kamu gak mau mondok.” Aku tertunduk, dan semakin tertunduk, kalau ibu sudah menasehatiku. Memang keinginanku harus ku pendam, cita-citaku harus ku ingkari sementara, untuk menjalankan perintah kedua orang yang selalu ku sayangi ini.
Hari ini hari Rabu, aku mulai deg-degan. Sebentar lagi aku akan meninggalkan kampungku beberapa tahun. Waktu yang tidak lama dan tidak pendek. Kalau aku nanti di Pesantren bisa betah dan dapat menjalani aktivitas dengan keikhlasan dan kegembiraan, maka waktu beberapa tahun, laksana hanya beberapa bulan. Bisa menghabiskannya dengan tanpa beban. Tapi seandainya semua yang ada di sana bertentangan dengan hatiku. Mungkin hari-hariku di sana penuh dengan kelesuan, dan penantian yang panjang. Hari-hari yang penuh siksaan batin. “ya….udah lumrah, pertama mondok itu tidak langsung kerasan. Perlu berkenalan dan penyesuaian dengan lingkungan sekitar.” Nasehat Pak De Jirin kepadaku. Tak lupa aku minta doanya, dan minta selalu didoakan agar bisa memperoleh ilmu yang bermanfaat dunia akherat. Sebelum aku berpamitan ia tiba-tiba saja merogoh sak jasnya yang kelihatan lusuh. Beliau mengeluarkan beberapa lembaran uang, “ini untuk beli permen,” katanya kepadaku. Aku hanya tersipu…dan aku bilang, “matur nuwun Pak De,”
Dilman sudah menunggu di depan rumah, agaknya sudah disewa Bapak untuk mengantarkan aku ke jalan gede. Tas kopor Bapak satu-satunya kulihat terselip diantara jok dilman. Bapak tidak seperti biasanya memegang sabit dan berselandok sarung, sekarang sudah necis, celana pantaloon membungkus kakinya yang biasanya telanjang. Ayah sekarang memakai alas kaki, seumur-umur aku baru menyaksikan Bapak berbeda sama sekali dengan hari-hari biasanya. Ibu hanya tersenyum-senyum melihat ayat terlihat rapih. Bajunya kelihatan pinggirannya lancip, tanda baju itu telah disetrika walau pecinya tampak menguning layaknya padi-padi yang biasa ia panen. Terpaan sinar matahari memperjelas warna tembaga peci yang tadinya hitam. Entah sudah berapa tahun peci itu tidak diganti

PENTINGNYA "OSPEK" BAGI PERGURUAN TINGGI

Ada yang menarik ketika awal bulan September tiba setiap tahunnya di Indonesia, khususnya bagi insan perguruan tinggi. Di awal September, hampir semua PT secara serentak melakukan Orientasi Mahasiswa Baru atau yang umum disebut dengan “ospek”. Ada yang mengatakan bahwa acara ini adalah sebuah ritual tahunan (Tatik Suryani, Jawa Pos, 02 September 2006) dan selalu membuat was-was banyak pihak mulai dari orang tua, para birokrat kampus, sampai para mahasiswa baru (Maba). Acara Ospek itu sendiri merupakan merupakan ajang percepatan adaptasi dan pengenalan Maba terhadap dunia PT yang akan dihadapinya, yang tentunya sangat jauh dari kehidupan mereka sebelumnya di masa SMA.
Sebenarnya banyak hal positif yang bisa didapatkan oleh Maba melalui Ospek, namun nilai-nilai positif tersebut seakan tertutup oleh image buruk yang berkembang di masyarakat bahwa ospek tersebut penuh dengan hal-hal buruk seperti umpatan, cacian, ploncoan, dsb. Ini mungkin akibat dari apa yang ditunjukkan oleh para senior yang sering melakukan over acting di depan Mabanya yang sebenarnya tidak perlu untuk dilakukan.
  Ospek yang memakai metode under pressure dengan menggunakan kata-kata kotor, over acting, dsb. seyogyanya sudah harus ditinggalkan, dan dapat diganti dengan menggunakan metode baru yang lebih baik. Ini mengingat tujuan dari Ospek itu sendiri sangatlah mulia. Untuk mencapai tujuan yang mulia tersebut seyogyanya juga menggunakan jalan yang mulia, bukan dengan menggunakan umpatan dan kata-kata kotor. Metode under pressure tersebut sebenarnya merupakan peninggalan dari rezim Orde Baru yang selalu memberikan tekanan kepada masyarakat agar mereka selalu merasa takut untuk melawan pemerintah. Namun, saat ini kita telah menjalani orde reformasi, dan seharusnya mahasiswa dapat menemukan metode baru yang lebih baik dari sebelumnya tanpa meninggalkan nilai-nilai positif yang diusung oleh mahasiswa terdahulu.
 Pada umumnya, setiap PT selalu menginginkan kader dari mahasiswanya yang berkualitas yang nantinya dapat berprestasi dan mengangkat nama baik almamaternya. Momen masa orientasi mahasiswa baru atau Ospek seharusnya tidak hanya menjadi ajang percepatan adaptasi bagi Maba kepada lingkungan kampus baru mereka. Namun lebih dari itu Ospek dapat dijadikan sebagai gerbang awal kaderisasi mahasiswa baru bagi PT agar nantinya dapat diperoleh Maba yang tangguh, jujur, bertanggung jawab dan dapat diandalkan baik dari segi akademik, soft skill, organization skill dll.
 Untuk melewati Ospek sebagai gerbang awal kaderisasi, tidak cukup hanya dilakukan dalam waktu empat hari, apalagi untuk sebuah kaderisasi itu sendii. Oleh karena itu, sebuah kaderisasi tak cukup dengan hanya menyelesaikan sebuah ritual tahunan Ospek, melainkan dengan sebuah masa kaderisasi yang berjenjang dan dengan materi yang semakin bertambah kualitas dan tingkat kesulitannya.
 Di sebuah PT terkemuka di Yogyakarta, sebenarnya telah memiliki konsep kaderisasi yang cukup baik. Yakni dimulai dari Orientasi Mahasiswa Baru, kemudian dilanjutkan dengan pelatihan-pelatihan mulai dari tingkat jurusan sampai tingkat institut yang lebih dikenal dengan Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) mulai dari tingkat pra-dasar (LKMM Pra TD), tingkat dasar (LKMM TD), tingkat menengah (LKMM TM) dan tingkat lanjut (LKMM TL). Tidak hanya itu, mahasiswa baru juga sudah sejak awal ditambah pengetahuannya tentang karya tulis dengan adanya pelatihan karya tulis ilmiah mahasiswa baru (PKTI MABA). Hal ini dimaksudkan agar pihak PT dapat memiliki mahasiswa yang bekualitas, tidak hanya dalam IQ atau akademiknya tapi juga Emotional Quotient (EQ)-nya. PTN ini juga membuat terobosan dengan memberikan training ESQ bagi mahasiswa barunya, agar Maba dapat mengerti bahwa nantinya dalam dunia mahasiswa dan terlebih di dunia kerja tidak hanya kualitas IQ saja yang dibutuhkan, tapi juga kualitas EQ dan SQ. Ini seyogyanya dapat menjadi contoh bagi PT lainnya. Dalam ESQ itu sendiri ditanamkan tentang kasih sayang sesama manusia, selalu percaya dan melakukan sesuatu sesuai dengan kata hati, ajaran-ajaran tentang ketuhanan. Sehingga nantinya didapatkan seorang insan paripurna demi mencapai indonesia emas. Sebuah penelitian di Amerika menyebutkan bahwa IQ hanya memiliki andil 20% bagi kesuksesan seseorang. Sisanya, 80% tergantung pada kualitas EQ dan SQ yang dimiliki. Hasil dari kaderisasi itu sendiri tidak hanya dirasakan dan dimilki oleh mahasiswa yang mengikutinya, tapi juga dirasakan oleh PT tempat dia belajar, orang tua, keluarga, sahabat dan orang-orang yang ada di dekatnya.
 Untuk melaksanakan proses kaderisasi, tidak hanya dibutuhkan SDM dari para mahasiswa yang lebih senior saja, tapi juga diperlukan partisipasi dari para dosen atau juga para birokrat kampus. Apabila dirasa perlu, dapat juga mendatangkan pembicara-pembicara dari luar PT tersebut, seperti mendatangkan para pakar yang ahli di bidangnya, para pejabat setempat, para praktisi profesi dan sebagainya. Untuk lebih variatif, kaderisasi tidak harus dilakukan indoor, tapi juga dapat dilaksanakan outdoor. Suasananya pun dapat dibuat bervariasi, mulai dari serius, santai, gembira, sampai dengan menggunakan metode under pressure. Semua tergantung pada tuntutan materi dan keadaan yang ada.
 Sebelum kaderisasi tersebut dilaksanakan harus dibuat sebuah kontrak belajar atau kontrak kerja antara peserta, panitia, dan pemateri agar apabila di kemudian hari terjadi permasalahan diantara elemen-elemen tersebut dapat diselesaikan dengan cara yang bijak. Ditambah lagi, semua hal yang telah dipersiapkan untuk proses kaderisasi tersebut harus dilakukan tanpa melanggar aturan-aturan yang telah disepakati dan tanpa menyalahi apa kata hati nurani.

Sabtu, 28 Agustus 2010

ZODIA: TANAMAN PENGUSIR NYAMUK

Ingat nyamuk, ingat Zodia. Inilah yang selalu disebut-sebut sebagai tanaman hias anti-nyamuk atau pengusir nyamuk. Biasanya laris manis di saat demam DBD. Selain aromanya yang bisa menghalau nyamuk, konon daunnya bisa mengobati kulit yang bentol karena gigitan nyamuk. Wah ampuh tenan!
ZODIA: TANAMAN PENGUSIR NYAMUK
Zodia merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari daerah Irian (Papua). Oleh penduduk setempat tanaman ini biasa digunakan untuk menghalau serangga, khususnya nyamuk apabila hendak pergi kehutan, yaitu dengan cara menggosokkan daunnya ke kulit. Selain itu, tanaman yang mempunyai tinggi antara 50 cm hingga 200 cm (rata-rata 75cm), dipercaya mampu mengusir nyamuk dan serangga lainnya dari sekitar tanaman.
Oleh sebab itu tanaman ini, sering ditanam di pekarangan atupun di pot untuk menghalau nyamuk. Aroma yang dikeluarkan oleh tanaman Zodia cukup wangi.
Biasanya tanaman itu mengeluarkan aroma apabila tanaman tergoyah oleh tiupan angin sehingga di antara daunnya saling menggosok, maka keluarlah aroma yang wangi.
Saat ini sebagian masyarakat menyimpan tanaman zodia pada pot di dalam ruangan, sehingga selain memberikan aroma yang khas, juga aromanya dapat menghalau nyamuk dari ruangan. Namun demikian tidak berarti bahwa nantinya di dalam ruangan terdapat beberapa bangkai nyamuk sebagai akibaat dari tanaman ini, nyamuk hanya terusir karena tidak menyukai aroma dari tanaman ini. Penyimpanan tanaman juga sering diletakkan di sekitar tempat angin masuk ke dalam ruangan, nyamuk yang hendak masukpun terhalau.
ZODIA: TANAMAN PENGUSIR NYAMUK
Hasil Uji Zodia (Evodia suaveolens) yang termasuk ke dalam keluarga Rutaceae, dikatakan mengandung evodiamine dan rutaecarpine. Dari beberapa literatur, tanaman ini bermanfaat sebagai anti-kanker. Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun tanaman ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%) di mana linalool sudah sangat dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk.
Dari pengujian yang dilakukan penulis terhadap nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti) yang sering membuat heboh masyarakat, yaitu dengan cara menggosokkan daun zodia ke lengan, lalu lengannya dimasukkan ke kotak yang berisi nyamuk demam berdarah dan dibandingkan dengan lengan yang tanpa digosok dengan daun zodia, menunjukkan bahwa daun zodia mampu menghalau nyamuk selama enam jam dengan daya halau (daya proteksi) sebesar lebih dari 70%.
Selain itu, lengan yang digigit oleh nyamuk demam berdaarah akan cepat sembuh (bentol dan gatal) apabila digosok dengan daun zodia. Hal ini merupakan harapan baru untuk menghalau serangan nyamuk demam berdarah di masa mendatang, yaitu dengan gerakan kembali ke alam dengan memanfaatkan tanaman di sekitar kita untuk memerangi penyakit demam berdarah.
ZODIA: TANAMAN PENGUSIR NYAMUK
Cara Perbanyakan Tanaman ini sangat mudah diperbanyak, yaitu melalui biji dan stek ranting. Biasanya apabila kita sudah memiliki tanaman yang sudah berbunga dan berbiji, maka bijinya akan jatuh dan tumbuh disekitar tanaman.
Saat ini, harga bibit tanaman yang baru tumbuh dapat mencapai Rp. 5.000 hingga Rp. 10.000 per pohonnya, tanaman dengan tinggi sekitar 20 cm di dalam pot dapat mencapai harga Rp. 25.000 hingga Rp. 50.000 per pohonnya, sedangkan tanaman yang sudah mulai berbunga dapat mencapai Rp. 75.000 hingga Rp. 100.000, bahkan yang sudah berbiji dapat mencapai Rp. 150.000 hingga Rp. 200.000.
Memang harga tanaman ini masih mahal karena masih tergolong langka dan bagi mereka para pengusaha tanaman, kesempatan ini merupakan ini merupakan peluang yang baik untuk berbisnis.
Agus Kardinan
Penulis adalah Peneliti di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Pertanian Organik Hari Ini

 
Linkers, rasanya cukup lama saya tidak menulis tentang pertanian. Menulis tentang pertanian ini susah-susah gampang, gampangnya karena pertanian adalah sektor riil yang setiap kita menoleh selalu ada produknya. Susahnya, ya karena menulis tentang pertanian sifatnya eksploratif saja. Lontaran-lontaran solusi (yang sifatnya solutif) seakan pupus dan menyublim begitu berhadapan dengan tembok kokoh bernama “kebijakan” dan tendensi politik.. Senyampang dari itu, tulisan ini sifatnya menyegarkan ingatan saja, hampir tidak ada hal baru yang dimunculkan disini. Tulisan ini berangkat dari pesatnya perkembangan pertanian organik di Indonesia dewasa ini sebagai salah satu pertanda positif bahwa pertanian organik mulai mendapat respon positif masyarakat, baik produsen maupun konsumen. Namun di lain sisi, kendala pengembangan pertanian organik di Indonesia juga masih besar, bahkan mungkin porsinya lebih besar dibandingkan laju perkembangannya.
Perkembangan pertanian organik di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan pertanian organik dunia, bahkan dapat dikatakan sebagaitrigger factor bagi gerakan pertanian organik lokal. Ini adalah karena tingginya permintaan produk organik di negara-negara maju. Saya ingat betul artikel Prof. Ulrich Hamm dan Johannees Michelsen, PhD, yang judulnya “Analysis of The Organic Food Market in Europe”, atikel ini pemberian salah satu dosen Biologi Tanah saya, tahun 2000-an, yang menyebutkan tingginya permintaan produk organik di negara-negara maju antara lain dipicu oleh 7 (tujuh) faktor sebagai berikut :
1. Menguatnya kesadaran lingkungan dan gaya hidup alami dari masyarakat,
2. dukungan pasar konvensional (supermarket menyerap 50% produk pertanian organik),
3. dukungan industri pengolahan pangan,
4. dukungan kebijakan pemerintah nasional,
5. adanya label generik,
6. adanya harga premium di tingkat konsumen,
7. adanya kampanye nasional pertanian organik secara gencar.
Usaha tersebut masih belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Sebagai ilustrasi, pertumbuhan permintaan pertanian organik dunia mencapai 15-20% pertahun dengan pangsa pasar mencapai sekitar US$ 100 juta Namun pangsa pasar yang mampu dipenuhi hanya berkisar antara 0,5-2% dari keseluruhan produk pertanian. Meski di Eropa penambahan luas areal pertanian organik terus meningkat dari rata-rata dibawah 1% (dari total lahan pertanian) tahun 1987, menjadi 2-7% di tahun 1997 (tertinggi di Austria mencapai 10,12%), namun tetap saja belum mampu memenuhi pesatnya permintaan (Jolly, 2000). Inilah kemudian yang memacu permintaan produk pertanian organik dari negara-negara berkembang. Selain itu, perkembangan pertanian organik di Indonesia juga di-triger oleh munculnya keadaran akan pentingnya mengkonsumsi produk-produk sehat dan ramah lingkungan.
Pertanian organik, Malthusianisme dan Reduksionisme
Terus terang saya melihat masih banyak kekurangan, hambatan, dan kendala dalam pengembangan pertanian organik. Secara faktual pelaku pertanian organik masih sangat sedikit di seluruh dunia, yakni kurang dari 2 % terhadap seluruh pelaku pertanian yang ada. Dengan kata lain, pertanian organik masih merupakan kegiatan marjinal. Jika ditilik lebih jauh, kendala-kendala tersebut antara lain berakar dari kesangsian mengenai kemampuan pertanian organik dalam memecahkan persoalan pemenuhan pangan dan keberlanjutan kehidupan. Setidaknya ada 3 (tiga) argumen yang melandasinya, Pertama adalah anggapan bahwa produktivitas pertanian organik rendah sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Kedua, pertanian organik dianggap sebagai pertanian masa lalu yang tidak produktif dan di tingkat tertentu anti teknologi. Ketiga, pertanian organik tidak layak secara ekonomis dan karenanya tidak menguntungkan. Mari kita bahas satu persatu.
Rendahnya Produktivitas Untuk Mencukupi Kebutuhan Pangan
Kesangsian pertanian organik tidak mampu menyelesaikan persoalan kebutuhan pangan sudah menjadi perdebatan lama. Secara teknis “mereka” menganggap pertanian organik tidak mampu memberikan produktivitas hasil yang tinggi, sehingga tidak bisa menjamin ketersediaan pangan yang cukup bagi manusia.
Jika dilihat lebih dalam, pemikiran ini beranjak dari ‘kekuatiran Malthusian’ yang menganggap bahwa pertambahan manusia lebih cepat daripada laju pangan. Kekuatiran inilah yang mendasari pencarian teknologi yang mampu melipatgandakan hasil pangan dan pertanian. Namun dilematis sekali ketika teknologi yang diperoleh adalah teknologi yang menjadikan produktivitas sebagai tujuan utama pertanian, dengan mangabaikan tujuan lain. Hal ini nampak jelas, dalam program revolusi hijau, dimana selain hasil yang tinggi, faktor lingkungan, kenekaragaman (diversity) hayati, konservasi, keselamatan, dan juga sustainability diabaikan.
Reduksionisme berakar dari pemikiran Rane Descartes, filsuf Perancis, yang menemukan pendasaran matematika atas logika, yang kemudian cenderung memandang segala sesuatu secara linier dan terpilah-pilah. Fritjof Capra, dalam The Turning Point-nya, menyebut reduksionisme sebagai biang kerusakan dunia, yang gemar memilah-milah persoalan dalam bagian-bagian kecil. Inilah yang melahirkan rasionalisme (buta) yang melihat segala sesuatu secara material-fisik saja. Ironisnya, paradigma inilah yang menjadi mainstream ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Dalam konteks pertanian, reduksionisme ini terlihat dalam Revolusi Hijau. Para pemikir revolusi hijau, hanya memandang produktivitas sebagai tujuan tunggal, maka apa yang dikatakan sebagai ‘hama’, ‘gulma’ dan tanaman lain selain tanaman utama sah saja dimusnahkan (dianggap musuh) bila dianggap mengganggu pencapaian hasil tanaman utama. Begitu juga dalam pemakaian input, yang hanya membatasi pada pemakaian unsur N, P, K sebagai makanan utama tanaman. Akibat paradigma yang eksploitatif ini, adalah kerusakan lingkungan, merosotnya keanekaragaman hayati lokal, pencemaran lingkungan, air dan udara, serta ketergantungan secara sistematis petani terhadap ‘pihak luar’.
Pemujaan produktivitas yang berlebihan dengan meletakkan benih unggul, pupuk, dan pestisida sebagai determinan kunci pada gilirannya melupakan
bahwa persoalan pangan bukan semata soal produktivitas, tetapi juga soal manajemen institusi menyangkut distribusi, pengairan, inovasi teknologi lain, dan lain sebagainya. Amartya Sen, ekonom India penerima nobel, dalam satu stusi kasusnya di tahun 1980-an menemukan satu daerah di India mengalami kelaparan hebat, tetapi di daerah lain berkelimpahan pangan. Terbukti kelaparan, menurutnya, bukan soal sekedar kelangkaan pangan (karena teknologi rendah), tetapi juga soal kepemilikan dan akses terhadapnya.
Belum lagi tentang inefisiensi pengelolaan irigasi Indonesia. Efektivitas pengairan di Indonesia hanya sekitar 15% pada musim hujan, dan 4% pada musim kemarau. Sementara di India, baik musim hujan dan kemarau efektivitasnya mencapai 40%. Dengan pengairan tersebut, produksi jagung di India mencapai 10 ton/ha, sedang ubi kayu mencapai 60 ton/ha. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya 4 ton/ha untuk jagung dan 15 ton/ha untuk ubi kayu. Jelas, perbaikan manejemen irigasi mampu meningkatkan produktivitas tanpa harus mengubah perlakuan pemupukan.
Penemuan system rice of intensification (SRI) oleh Henri de Lauline, seorang Jesuit di Madagaskar, ternyata mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi hingga mencapai 8 ton/ha, bahkan diantaranya ada yang mampu mencapai 10-15 ton/ha. SRI tidak mensyaratkan benih unggul atau pemupukan intensif, tetapi lebih menekankan pada perlakuan transplantasi bibit, jarak tanam, dan waktu pengairan yang tepat berdasarkan pengamatan terhadap perilaku dan kehidupan tanaman padi (ECHO, 2001). Artinya, inovasi teknologi seperti ini mampu mengatasi pesimisme Malthusian.
Pertanian Organik Anti Teknologi?
Argumen bahwa pertanian organik adalah pertanian masa lalu, yang tradisional, subsisten dan tidak produktif, berakar dari cara pandang modernisme. Tuduhan yang muncul kemudian adalah bahwa kearifan tradisional adalah anti teknologi (modern), sehingga menghambat kemajuan.
Bahwa dalam praktek pertanian tradisional (baca : pertanian organik) ada faktor inefisiensi adalah hal yang wajar. Tetapi, mengabaikan faktor kearifan lokal, budaya dan tujuan non produktivitas adalah juga tidak bijak. Pertanian organik tidak anti teknologi. Pertanian organik juga bukan pertanian jaman baheuladan mau mundur kembali ke tradisi kuno. Pertanian organik adalah pertanian yang berangkat dari paradigma holistik dalam memandang alam semesta. Dalam cara pandang ini manusia menjadi bagian dari alam dan tujuan terbesar dari praksis pertanian adalah untuk keberlanjutan alam semesta. Pemenuhan pangan adalah bagian intrinsik dalam keberlanjutan alam semesta itu sendiri. Dalam kerangka ini, pengembangan teknologi haruslah mengindahkan segala aspek kehidupan dalam keseimbangan dan keberlanjutan alam semesta. Tradisi lama atau kearifan lokal dirujuk dalam pertanian organik, lebih karena sumbangannya dalam paradigma holistik yang menghargai keselarasan alam, dibandingkan karena teknologinya. Pandangan ini kontras dengan penganut antroposentrisme, yang meletakkan manusia sebagai sentral kehidupan,dan seolah manusia adalah ciptaan tertinggi yang punya kuasa menentukan hidup matinya alam semesta dan kehidupan.
Pertanian organik tidak menguntungkan?
Memang pada tahap awal dan dalam jangka pendek, pertanian organik akan memberikan hasil kurang optimal dibanding budidaya konvensional. Faktornya, adalah karena kerusakan ekosistim dan agro-chemis tanah yang mesti diperbaiki dalam bentuk organik. Maka jika dikombinasikan
pemakaian pupuk organik, pengendalaian organisme pengganggu tanaman secara baik, dengan inovasi teknologi yang tepat akan mampu memberikan hasil yang relatif sama, dengan jaminan akan kualitas tanah dan ekosistem lokal yang lebih baik. Sebenarnya, argumentasi ekonomis bersumber ukuran-ukuran yang sifatnya dapat dikuantifikasi, yang bersifat logis dan material. Laba menjadi determinan sangat pokok. Dalam konteks ini sejatinya para pengusaha tidak (harus) peduli bahwa usahanya ramah lingkungan atau tidak, karena yang penting baginya adalah untung. Jadi, seandainya dalam hitung-hitunganekonomis pertanian organik memang menjanjikan keuntungan, maka pengusaha tak
akan ragu-ragu masuk kedalamnya.
Ketika demand meningkat maka profit akan mengikutinya, sehingga pengusaha akan berlomba memenuhinya. Kelangkaan barang dalam ilmu ekonomi akan diikuti dengan kenaikan harga. Produk pertanian organik menjadi produk eksotis yang dicari. Inilah daya tarik dunia pertanian saat ini. Jelas, apabila dapat memenuhi kriteria dan standar produk organik, maka otomtis profit akan diperoleh. Jadi, keraguan bahwa pertanian organik tidak menguntungkan secara teknis kini, dapat diretas dengan adanya premium price di tingkat konsumen, utamanya di negara-negara maju. Saya terkesan dengan mulai bermunculannya pengusaha pertanian organik skala besar di Indonesia, seperti Maporina, Forest Trade (Amrik) di Sumatra, dan Maharishi Global Trading (Belanda) di Sulawesi. Sebenarnya, disini juga membuktikan bahwa pertanian organik tidak semata soal teknologi bukan? .
Kekuatan Bisnis Menjadi Ancaman
Meskipun mereka (dalam tanda kutip)-yang masih sangsi akan pertanian organik, tapi secara nyata pertanian ini mulai bermunculan. Pemicu utamanya adalah keuntungan ekonomis. Bisnis pertanian ini makin banyak dilirik pihak swasta karena menyimpan keuntungan besar (pangsa pasar yang cukup besar). Di sini bisnis pertanian organik sama saja dengan bisnis lainnya. Yang dicari tetap keuntungan Soal lingkungan menjadi sehat adalah ‘bonus’ alias unintended consequences. Memang dalam hal ini ‘bonus’nya bernilai lebih, karena tidak saja menyerap lapangan kerja baru tapi juga merehabilitasi lingkungan. Dengan demikian bisnis pertanian organik memberikan kredit poin tersendiri. Apakah dengan demikian bisnis ini tidak perlu dicermati?
Satu hal yang menurut saya perlu diwaspadai, adalah sudah menjadi salah satu watak bisnis bahwa kapitalistis adalah mencari profit yang sebesar mungkin.
Sehingga jika ada peluang segala cara akan menjadi sah/benar. Kecenderungan ini tampak pada pemilik-pemilik modal besar yang secara perlahan mulai menggusur atau mencaplok usaha-usaha kecil. Di California awalnya pertanian organik diusahakan oleh petani dalam skala kecil dan dijual ke pedagang dan retail kecil independen. Namun sekarang, Wild Oats, perusahaan ritel besar yang dengan perlahan mulai mengambil alih peran pedagang kecil, maka kini ritel tersebut telah memiliki tak kurang dari 105 supermarket produk organik di seluruh California (Jolly, 2000). Para pedagang kecil jika mau bertahan harus bergabung ke Wild Oats. Tak terasa telah terjadi marjinalisasi industri kecil produk organik oleh konglomerat besar. Pada gilirannya, kejadian ini tidak saja menyebabkan struktur pasar yang tidak bersaing sempurna (kompetitif) tetapi juga memperlebar jurang distribusi pendapatan kesejahteraan.
Tampaknya tidak ada yang aneh dengan pola diatas. Disini awalnya petani cukup diuntungkan, lingkungan juga menjadi sehat. Tetapi, akan petani selamanya diuntungkan? Ketika suatu perusahaan mengelola sarana produksi, mengkoordinir budidaya dan memasarkan hasil (menguasai hulu sampai hilir) pasti memiliki kekuatan yang dominan dalam pengambilan keputusan. Petani kemudian hanya menjadi pelaksana teknis dari agribisnis perusahaan tersebut dan kembali masuk ke pola PIR-nya perkebunan. Petani menjadi tergantung, karena input dan pasarnya telah dijamin. Tanpa sadar, petani akan menjadi buruh di lahannya sendiri. Mungkin kesejahteraan petani lebih baik, tetapi situasi ini tidak merubah kondisi petani dari ketergantungan terhadap pihak luar. Sekali lagi, demokrasi ekonomi menjadi utopia dalam kenyataan ini. Kondisi diatas menyiratkan kekuatiran bahwa pertanian organik kedepan (mungkin) hanya akan menyelesaikan persoalan ekologi, tetapi tidak membebaskan petani. Situasinya menjadi tidak berbeda dengan era revolusi hijau, yang membedakan dulu tergantung pada perusahaan input kimia, sekarang pada perusahaan input organik.
Bacaan
ECHO Development Note, Issue 70, Januari 2001.
Jolly D., 2000. From cottage industry to conglomerates: the transformation of the US organic food industry, 2000

Penyewaan Tanaman Hias, Bisnis yang Menggiurkan

Penyewaan Tanaman Hias, Bisnis yang Menggiurkan

POSSTING : Fyan wiwiet
Ditulis oleh embundaun di/pada September 2, 2008
Liputan6.com, Jakarta: Kesibukan tinggi masyarakat perkotaan nyatanya membuka berbagai kesempatan usaha. Di antaranya, bisnis penyewaan tanaman hias untuk perkantoran yang hingga saat ini adalah bisnis yang menjanjikan. Namun, pengelolaan bisnis ini sebenarnya tak sesederhana yang dibayangkan orang. Tanaman, yang dipilih tak hanya indah, sejuk dipandang mata, dan juga minim perawatan, juga harus tersedia berbagai ukuran. Untuk hiasan meja hingga yang besar untuk penghias pintu utama gedung. Ini seperti yang dilakukan Maria Nurani yang menjalankan bisnis ini sejak 2003.
Maria menuturkan, usahanya ini berawal dari hobinya memelihara tanaman hias. Seiring itu, Maria mengaku menerima pesanan untuk merangkai bunga, menjual tanaman, dan bunga hingga pada akhirnya memberanikan diri untuk merambah ke usaha penyewaan tanaman hias.
Dalam menjalankan bisnisnya, Maria menjelaskan ada berbagai sistem. Ada sistem rental untuk kantor dan hotel yang biasanya pakai kontrak minimal tiga bulan dengan minimal 10 tanaman. Perumahan juga sekarang banyak yang rental tanaman, terutama untuk ekspatriat. Selama kontrak itu, mereka akan mengganti tanaman dua pekan sekali. “Tanaman yang lama ditarik, kita ganti yang baru,” ujar Maria.
Maria menambahkan, harga sewa tanaman yang ditawarkan juga cukup beragam. Mulai harga sewa per tanaman dari Rp 30 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Koleksi tanaman hias dan bunga yang ditawarkan juga cukup beragam. Di antaranya Brumelia, Drasena, Palem Bambu, Pandan Bali, dan Angrek.
Andreas Oei adalah sosok lain yang menjalankan bisnis ini sejak 10 tahun silam. Dibantu 20 orang karyawan, Andreas mampu memberikan benefit yang maksimal kepada 300 pelanggannya. Pasalnya, sejak awal bisnisnya menerapkan strategi khusus dalam pemilihan jenis tanaman agar memberikan benefit yang maksimal. Begitu juga dengan harga sewa dan sistem pemeliharaan, Andreas mengaku, memberikan masa pemulihan bagi tanaman setiap dua pekan sekali, yaitu dicuci dan penggantian media tanam.
Eksistensi usaha yang dijalankan Maria dan Andreas sesungguhnya tak lepas dari kiat-kiat usaha yang mereka tempuh. Di antaranya, harus menepati waktu pengiriman, memiliki keragaman jenis tanaman serta tanggap dalam merespons keluhan pelanggan. Sebagai sarana pelanggan berinteraksi, para pengusaha penyewaan taman ini juga memiliki website khusus yang bisa diakses tiap waktu. Pada masa mendatang, mereka optimistis secara konsisten menambah jumlah koleksi tanamannya sehingga mampu memenuhi setiap pesanan yang datang.(ORS/Tim Usaha Anda)
http://www.liputan6.com/lainlain/?id=119148

Pertanian Organik di Jepang

Jepang dikenal sebagai negara paling maju di Asia. Namun tahukah anda, bahwa pertanian disana ternyata masih kuat nuansa ‘tradisional’nya?  Bagaimana itu? Mari kita simak selengkapnya!
Begitu kita berada di luar Tokyo, terjadilah anomali. Ini terjadi karena ternyata Negeri matahari terbit ini juga merupakan negeri para petani lokal/kecil. Di Fukuoka, kota terbesar nomor tujuh di Jepang, ladang padi yang damai terselip diantara rumah dan candi, dalam bayang-bayang pencakar langit yang hanya berjarak 10 mil.
Di iklim yang sangat kondusif ini, pertanian keluarga menanam buat dan sayuran dalam siklus tahunan, untuk memproduksi bahan pangan bagi kota berpenduduk 1,3 juta ini. Di daerah suburban, dimana pertanian lokal jauh lebih banyak, konsumen sering mendapatkan sayuran yang baru dipetik tadi pagi untuk makan malam. Di supermarket pada jantung kota Fukuoka, adalah umum untuk mendapatkan sayuran yang dipanen sehari sebelumnya.
Hasil pertanian segar
Jika anda menggigit tomat atau stroberi disini, maka efek dari kesegarannya akan segera terasa. Mereka sangat penuh cita rasa, sehingga tidak perlu dipersiapkan lebih lanjut lagi. Bahkan anak-anak menyukai sayuran, termasuk juga yang dianggap tidak enak seperti bayam atau kacang-kacangan.
Jepang memiliki istilah untuk hasrat terhadap makanan lokal dan segar: chisan, chishou, yang berarti, ‘produksi lokal, dan konsumsi lokal’.
Preservasi chisan-chisou pada salah satu negara yang paling terurbanisasi di dunia merupakan teladan yang baik, bahwa di negara lain yang terurbanisasi hal ini juga dapat diterapkan.
Dengan perkecualian Hokkaido, pulau Jepang yang paling utara dan paling rural, sebagian besar pertanian di Jepang adalah operasi skala kecil yang dijalankan oleh beberapa anggota keluarga. Hasilnya tidak hanya pada kesegaran makanan lokal, namun juga dedikasi untuk terhadap produk. Anggur dan peach, diantara buah lain, mereka lindungi dengan pelindung, sewaktu masih tumbuh, untuk melindungi mereka dari serangga dan gangguan lain. Tanah pun dipetakkan dengan baik, sehingga sayuran akan tumbuh dari dalam beberapa kaki. Dengan bantuan dari rumah kaca, hal ini membantu pasokan tanaman dari musim semi, panas, gugur, dan dingin. Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh tangan. Petani Jepang memproduksi semangka kotak, dari trik bonsai dengan membentuk semangka menjadi kubus sewaktu ia tumbuh, sehingga ia dapat dimasukkan kedalam kulkas. Ini menunjukkan dedikasi mereka terhadap pertanian.
Bantuan Pemerintah
Dalam era modern ini, generasi muda sudah mulai tidak tertarik atau mengapresiasi pertanian chisan chishou. Namun, pemerintah Jepang tidak tinggal diam. Mereka memberikan insentif-insentif, untuk mengakselerasi pertanian lokal. Di 20 tahun terakhir ini, pemerintah telah memfasilitasi pertanian lokal untuk memasuki pasar. Menjual tanah pertanian kepada kepentingan komersial, akan dipajaki sangat tinggi oleh pemerintah, sementara memberikan tanah tersebut ke anak untuk pertanian hanya dipajaki sangat minim. Pusat pertanian juga mengundang anak-anak sekolah untuk menanam dan memanen, untuk meningkatkan minat mereka. Pertanian kadang menjadi bagian dari kurikulum sekolah.
Minoru Yoshino dari Pusat Penelitian Pertanian Fukuoka menjabarkan peran pemerintah pada chisan-chishou dalam tiga hal. Makanan lokal yang segar adalah lebih sehat, dan rasa yang nikmat akan meningkatkan konsumsi sayuran. Sementara, pertanian lokal adalah lebih baik bagi kelestarian lingkungan, karena hanya memerlukan air dan pestisida lebih sedikit.
Sumber foto: http://genkijacs.com/images

SEBERAPA PENTING ORGANISASI DI KAMPUS

POSTING :Fyan wiwiet Hujan
Di kampus baru, dimanapun itu kita akan banyak mendapat tawaran-tawaran agar mau bergabung dengan salah satu organisasi yang ada.
Banyak dari kita yang langsung menolak bergabung dengan alasan takut nilai IP-nya jeblok, padahal menurut saya di kampus itu hanya ada 3 kegiatan utama yang seharusnya dilakukan oleh para mahasiswa/mahasiswi.
Mencari nilai
Menurut saya sudah sangat jelas bahwa setiap mahasiswa ingin mendapat nilai sebaik-baiknya dengan cara apapun ( sebaiknya halal agar tidak menambah dosa ) karena kebanyakan orang lebih percaya dengan pembuktian apakah seseorang mampu atau tidak biasanya dilihat dari statistik nilai yang diperolehnya
 Mencari ilmu
Seharusnya ilmu yang dicari oleh para mahasiswa/mahasiswi tidak hanya teori dari buku, disinilah pentingnya mengikuti organisasi kemahasiswaan karena banyak ilmu tambahan terutama prakteknya yang tidak bisa didapatkan bila hanya belajar text book saja di dalam kelas, contohnya adalah bagaimana caranya membuat suatu rapat menjadi efektif.
  Mencari rekan
Dalam point ini berorganisasi juga sangat penting karena dengan bergabung di satu atau lebih organisasi maka akses yang dipunyai untuk berhubungan dengan orang lain akan bertambah berlipat-lipat karena dalam organisasi biasanya akan banyak kerjasama-kerjasama lintas kampus bahkan daerah, salah satu contohnya adalah studi banding dengan universitas lain.
Kenapa kita berorganisasi? Pertanyaan ini mungkin sudah basi kedengarannya di telinga mahasiswa. Jawaban yang ada mungkin berbeda-beda sesuai dengan redaksi jawaban dari yang ditanya,namun intinya adalah bahwa organisasi adalah wadah pengembangan diri,wadah – dimana mahasiswa yang secara psikologi perkembangan telah memasuki taraf kedewasaan- membutuhkan semacam “simulasi kehidupan” untuk menghadapi kehidupan nyata di luar,wadah dimana para aktifis organisasi mengimplementasikan apa yang mereka dapatkan di bangku pendidikan kedalam objek nyata di kehidupan mereka,dan lain-lain sebagainya.

KUNJUNGAN UPN “VETERAN’ DI FAKULTAS PERTANIAN UNS


KUNJUNGAN UPN “VETERAN’ DI FAKULTAS PERTANIAN UNS


oleh :Fyan Wiwiet Hujan
Ditulis pada 5 Aug 2010
Kategori: Nomor: 31/XVII/2010
Pada hari Senin, 26 Juli 2010 rombongan dari Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta melaksanakan kunjungan di Fakultas Pertanian UNS. Rombongan dipimpin oleh Dekan Fakultas Pertanian UPN (Dr. Ir. Abdul Rizal Aziz, MP) didampingi Wakil Dekan I (Ir. Budi Widayanto, MSi); Ketua Prodi Agribisnis (Dr. Ir. Nanik Dra Senjawati, MP); Ketua Prodi Agroteknologi (Ir. Lagiman, MSi) serta perwakilan mahasiswa dari program studi Agribisnis, Agroteknologi dan BEM.
Tamu rombongan diterima oleh Dekan, Pembantu Dekan, Ketua dan Sekretaris Jurusan/Program Studi, serta mahasiswa yang terdiri dari unsure BEM dan UKK/HM. Dekan UPN selaku ketua rombongan menyampaikan bahwa tujuan kunjungan ini adalah untuk belajar lebih banyak dari Fakultas Pertanian UNS. Acara diisi dengan tanya jawab seputar pengelolaan manajemen di Fakultas Pertanian UNS termasuk pengelolaan kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan oleh BEM dan UKK/HM. Pada akhir acara diserahkan sejumlah cinderamata dari kedua belah pihak.
(Humas Fak. Pertanian UNS).

Organisasi Mahasiswa, Menciptakan Sarjana Plus

posting : fyan wiwiet HUjan
Oleh : Achmad Basuki
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, mahasiswa selalu dianggap sebagai sosok yang dapat berpikir kritis, realistis dan dialektis. Bahkan tak jarang sering radikal dan revolusioner (Ari Sulistyanto, 1994). Karena sebagai bagian dari generasi muda (pemuda), status kemahasiswaannya menyandang nilai lebih dari pemuda lainnya. Melalui kajian-kajian dan pemikiran-pemikiran yang metodis, mahasiswa diharapkan mampu menangkap, menganalisis, dan mensintesakan setiap perubahan-perubahan dan dinamika kehidupan yang terjadi dalam masyarakat. Baik itu menyangkut kehidupan politik, sosial, ekonomi, hak asasi maupun permasalahan-permasalahan lain yang mengharuskan mahasiswa untuk menyikapi dan menyuarakan pemikirannya.

Dan tentu saja, sikap dan suara mahasiswa tersebut memerlukan wadah sebagai penyalurnya. Yang diantaranya dapat berupa organisasi-organisasi kemahasiswaan yang cukup banyak tersedia di dalam maupun di luar kampus. Organisasi tersebut dapat berbentuk senat mahasiswa/badan eksekutif mahasiswa (BEM), badan perwakilan mahasiswa (BPM), unit-unit kegiatan mahasiswa (UKM), himpunan mahasiswa jurusan/program studi, atau organisasi ekstra kampus seperti HMI, GMNI, PMKRI, PMII dan sejenisnya. Kesemua organisasi tersebut mempunyai kegiatan yang berbeda-beda dan dasar organisasi yang berlainan pula.
Tergantung mahasiswa sendiri untuk menyikapinya dan biasanya disesuaikan dengan latar belakang, minat dan bakat masing-masing. Mahasiswa yang aktif di organisasi-organisasi kemahasiswaan tersebut biasanya di sebut aktivis
Namun demikian, tak dapat dipungkiri, bila masih ada kesan miring terhadap keberadaan aktivis di organisasi kemahasiswaan yang antara lain banyaknya aktivis organisasi kemahasiswaan yang merupakan ‘mahasiswa abadi' atau mahasiswa rawan drop out (DO). Banyak hal yang melatar belakangi mengapa hal ini terjadi, sehingga alangkah baiknya bila kita tengok sosok mahasiswa yang ada di kampus.
Bila diamati dengan jeli dikaitkan dengan aktivitas mahasiswa di kampus, ternyata terdapat dua jenis sosok mahasiswa (Tonny Trimarsanto,1993) , yakni pertama sosok mahasiswa yang apatis terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kedua adalah sosok mahasiswa aktif di organisasi kemahasiswaan, yang biasanya disebut aktivis seperti dipaparkan di muka, dengan berbagai kegiatan yang terkadang tidak hanya aktif di satu organisasi kemahasiswaan.
Walaupun kuliah dalam satu program studi atau jurusan, ternyata dua sosok yang antagonis ini sangat jelas terlihat perbedaannya dalam mewarnai dinamika kehidupan kampus.
Mahasiswa yang apatis terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan tentu saja merupakan mahasiswa yang hanya memikirkan aktifitas perkuliahannya saja. Segala sesuatunya selalu diukur dengan pencapaian kredit mata kuliah dan indeks prestasi yang tinggi serta berupaya menyelesaikan kuliah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun biasanya sosok mahasiswa seperti ini, justru akan mengalami kelemahan dan masalah dalam hal sosialisasi diri dengan lingkungannya, sesama mahasiswa dan masyarakat. Yang dampak negatifnya bisa saja dirasakan ketika sudah menjadi sarjana dan siap terjun ke masyarakat memasuki ‘dunia kerja'. Tipologi mahasiswa ini lebih pada sikap pragmatis yang dimilikinya yaitu kuliah secepatnya, lulus jadi sarjana dan ‘siap kerja'. Sesederhana itukah?
Karena dunia kerja realitasnya tidak sekedar menuntut kualitas kesarjanaannya, tapi juga menuntut kualitas sosialisasi. Apalagi dunia kerja yang menuntut kerja sama dan interaksi yang lebih intens, serta mengutamakan kemampuan logika berbahasa. Sarjana yang hanya sekedar mengandalkan logika dunia keilmuannya tentu akan tersisih.
Sedangkan sosok mahasiswa aktivis dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan, adalah mahasiswa yang disamping menekuni aktifitas perkuliahan tapi juga menyempatkan untuk mengikuti aktifitas organisasi kemahasiswaan. Keaktifan di organisasi ini biasanya dilandasi oleh bakat, hobi, tuntutan jiwa organisasi dan kepemimpinan, tuntutan sosial atau bisa jadi karena pelarian dari aktivitas perkuliahan yang kadang dianggapnya membosankan.

AKTIVITAS PERTANIAN MULAI KURANG DIMINATI OLEH GENERASI MUDA BERKUALITAS

Pemuda dan pertanian tidak dapat dipisahkan karena pemuda berperan penting dalam meningkatkan kreatifitas dalam bertani, tanpa pemuda yang bersemangat dan kreatif suatu negara tidak mungkin akan sukses. Tetapi pada kenyataanya pada zaman saat ini sektor pertanian kurang diminati oleh para pemuda, karena : 
         1. bekerja di bidang pertanian dianggap sebagai pekerjaan kasar, kotor dan jorok, bekerja di bawah cuaca panas.
  1. Keadaan ini umumnya dianggap bukan impian ideal para mahasiswa. Biasanya mahasiswa memimpikan bekerja di ruangan ber-ac lengkap dengan komputer dan internet.
  2. Umumnya calon mahasiswa dan mahasiswa sendiri menganggap bekerja di sektor pertanian tidak memberikan pendapatan yang tinggi dibanding bekerja di bidang keuangan perbankan, pertambangan, dsb. 
Generasi muda di Indonesia lebih menyukai hal-hal yang bersifat teknologi, kreasi, seni dan olahraga dibandingkan harus berkotor-kotoran,membajak, berkebun di sawah atau harus mencangkul atau membajak sawah, karena mereka fikir gengsi dan juga harga diri lebih penting dari pada meningkatkan pertanian Indonesia. Mereka mulai terhipnotis oleh budaya-budaya luar yang memberikan segala hal yang membuat mereka lebih terpandang oleh orang lain, tanpa mereka memikirkan dari mana nasi, ayam, ikan, sayur-mayur dan atau daging yang mereka makan sehari-hari. Mereka hanya berfikir bertani hanya dikerjakan oleh kaum bawah, pekerjaan kotor, tidak keren dan juga tidak akan terpandang jika dinilai orang. Mereka tidak berfikir banyak petani di Indonesia yang sudah sukses, memiliki banyak lahan, semua hasilnya di ekspor ke luar negri dan membuat mereka lebih kaya dan sukses dibandingkan orang-orang yang berada diperkotaan. Minimnya pengetahuan akan pertanian yang diberikan oleh sekolah dan universitas turut memberikan efek yang cukup kuat dalam menurukan minat para pemuda untuk memilih terjun ke dalam dunia pertanian, banyak para pemuda setelah lulus sma lebih untuk memilih jurusan teknologi,eksakta dan juga seni, jarang yang memilih jurusan pertanian, perikanan, kedokteran hewan, kehutanan dan pertenakan, mereka hanya berfikir bahwa memilih jurusan teknologi, eksakta dan seni akan memberikan mereka penghidupan yang layak dan gaji yang besar dan juga bekerja di pertanian tidak memberikan masa depan yang cerah dan segala cita-cita mereka tidak akan tercipta jika harus memilih sektor pertanian.

    HIDUP INDONESIA!!!!!!!!!!!!!!!!!

    Baca dulu, sumpah nangis, berlinang air mata !!!
    oleh Agung Mauliady pada 24 Agustus 2010 jam 12:04

    Banyak sebenarnya yang tidak tahu dimanakah negara terkaya di planet bumi ini, ada yang mengatakan Amerika, ada juga yang mengatakan negera-negara di timur tengah. tidak salah sebenarnya, contohnya amerika. negara super power itu memiliki tingkat kemajuan teknologi yang hanya bisa disaingi segelintir negara, contoh lain lagi adalah negara-negara di timur tengah.Rata-rata negara yang tertutup gurun pasir dan cuaca yang menyengat itu mengandung jutaan barrel minyak yang siap untuk diolah. tapi itu semua belum cukup untuk menyamai negara yang satu ini. bahkan Amerika, Negara-negara timur tengah serta Uni Eropa-pun tak mampu menyamainya.dan inilah negara terkaya di planet bumi yang luput dari perhatian warga bumi lainya. warga negara ini pastilah bangga jika mereka tahu. tapi sayangnya mereka tidak sadar "berdiri di atas berlian" langsung saja kita lihat profil negaranya.Wooww... Apa yang terjadi? apakah penulis (saya) salah? tapi dengan tegas saya nyatakan bahwa negara itulah sebagai negara terkaya di dunia. tapi bukankah negara itu sedang dalam kondisi terpuruk? hutang dimana-mana, kemiskinan, korupsi yang meraja lela, kondisi moral bangsa yang kian menurun serta masalah-masalah lain yang sedang menyelimuti negara itu.baiklah mari kita urai semuanya satu persatu sehingga kita bisa melihat kekayaan negara ini sesungguhnya.

    1. Negara ini punya pertambangan emas terbesar dengan kualitas emas terbaik di dunia. namanya PT Freeport.


    pertambangan ini telah mengasilkan 7,3 JUTA ton tembaga dan 724,7 JUTA ton emas. saya (penulis= suranegara) mencoba meng-Uangkan jumlah tersebut dengan harga per gram emas sekarang, saya anggap Rp. 300.000. dikali 724,7 JUTA ton emas/ 724.700.000.000.000 Gram dikali Rp 300.000. = Rp.217.410.000.000.000.000.000 Rupiah!!!!! ada yang bisa bantu saya cara baca nilai tersebut? itu hanya emas belum lagi tembaga serta bahan mineral lain-nya.lalu siapa yang mengelola pertambangan ini? bukan negara ini tapi AMERIKA! prosentasenya adalah 1% untuk negara pemilik tanah dan 99% untuk amerika sebagai negara yang memiliki teknologi untuk melakukan pertambangan disana. bahkan ketika emas dan tembaga disana mulai menipis ternyata dibawah lapisan emas dan tembaga tepatnya di kedalaman 400 meter ditemukan kandungan mineral yang harganya 100 kali lebih mahal dari pada emas, ya.. dialah URANIUM! bahan baku pembuatan bahan bakar nuklir itu ditemukan disana. belum jelas jumlah kandungan uranium yang ditemukan disana, tapi kabar terakhir yang beredar menurut para ahli kandungan uranium disana cukup untuk membuat pembangkit listrik Nuklir dengan tenaga yang dapat menerangi seluruh bumi hanya dengan kandungan uranium disana. Freeport banyak berjasa bagi segelintir pejabat negeri ini, para jenderal dan juga para politisi busuk, yang bisa menikmati hidup dengan bergelimang harta dengan memiskinkan bangsa ini. Mereka ini tidak lebih baik daripada seekor lintah!

    2. Negara ini punya cadangan gas alam TERBESAR DI DUNIA! tepatnya di Blok Natuna.


    Berapa kandungan gas di blok natuna? Blok Natuna D Alpha memiliki cadangan gas hingga 202 TRILIUN kaki kubik!! dan masih banyak Blok-Blok penghasil tambang dan minyak seperti Blok Cepu dll. DIKELOLA SIAPA? EXXON MOBIL! dibantu sama Pertamina.

    3. Negara ini punya Hutan Tropis terbesar di dunia. hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447 Hektar, dengan keanekaragaman hayati dan plasmanutfah terlengkap di dunia.


    Letaknya di pulau sumatra, kalimantan dan sulawesi.sebenarnya jika negara ini menginginkan kiamat sangat mudah saja buatmereka. tebang saja semua pohon di hutan itu makan bumi pasti kiamat.karena bumi ini sangat tergantung sekali dengan hutan tropis ini untukmenjaga keseimbangan iklim karena hutan hujan amazon tak cukup kuatuntuk menyeimbangkan iklim bumi. dan sekarang mereka sedikit demi sedikitelah mengkancurkanya hanya untuk segelintir orang yang punya uanguntuk perkebunan dan lapangan Golf. sungguh sangat ironis sekali.

    4. Negara ini punya Lautan terluas di dunia. dikelilingi dua samudra, yaitu Pasific dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain.


    Saking kaya-nya laut negara ini sampai-sampai negara lain pun ikut memanen ikan di lautan negara ini.

    5. Negara ini punya jumlah penduduk terbesar ke 4 didunia.


    Bengan jumlah penduduk segitu harusnya banyak orang-orang pintar yang telah dihasilkan negara ini, tapi pemerintah menelantarkan mereka-mereka. sebagai sifat manusia yang ingin bertahan hidup tentu saja mereka ingin di hargai. jalan lainya adalah keluar dari negara ini dan memilih membela negara lain yang bisa menganggap mereka dengan nilai yang pantas.

    6. Negara ini memiliki tanah yang sangat subur. karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur terlebih lagi negara ini dilintasi garis katulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan.


    Jika dibandingkan dengan negara-negara timur tengah yang memiliki minyak yang sangat melimpah negara ini tentu saja jauh lebih kaya. coba kita semua bayangkan karena hasil mineral itu tak bisa diperbaharui dengan cepat. dan ketika seluruh minyak mereka telah habis maka mereka akan menjadi negara yang miskin karena mereka tidak memiliki tanah sesubur negara ini yang bisa ditanami apapun juga. bahkan tongkat kayu dan batu jadi tanaman.

    7. Negara ini punya pemandangan yang sangat eksotis dan lagi-lagi tak ada negara yang bisa menyamainya. dari puncak gunung hingga ke dasar laut bisa kita temui di negara ini.


    Negara ini sangat amat kaya sekali, tak ada bangsa atau negara lain sekaya INDONESIA! tapi apa yang terjadi?



    dialah INDONESIA!


    untuk EXXON MOBIL OIL, FREEPORT, SHELL, PETRONAS dan semua PEJABAT NEGARA yang menjual kekayaan Bangsa untuk keuntungan negara asing, diucapkan TERIMA KASIH.


    Sebuah cerita mungkin akan bisa menggambarkan indonesia saat ini silahkan disimak.



    Judulnya Ketika Tuhan Menciptakan IndonesiaSuatu hari Tuhan tersenyum puas melihat sebuah planet yang baru saja diciptakan- Nya. Malaikat pun bertanya, "Apa yang baru saja Engkau ciptakan, Tuhan?" "Lihatlah, Aku baru saja menciptakan sebuah planet biru yang bernama Bumi," kata Tuhan sambil menambahkan beberapa awan di atas daerah hutan hujan Amazon. Tuhan melanjutkan, "Ini akan menjadi planet yang luar biasa dari yang pernah Aku ciptakan. Di planet baru ini, segalanya akan terjadi secara seimbang".Lalu Tuhan menjelaskan kepada malaikat tentang Benua Eropa. Di Eropa sebelah utara, Tuhan menciptakan tanah yang penuh peluang dan menyenangkan seperti Inggris, Skotlandia dan Perancis. Tetapi di daerah itu, Tuhan juga menciptakan hawa dingin yang menusuk tulang.Di Eropa bagian selatan, Tuhan menciptakan masyarakat yang agak miskin, seperti Spanyol dan Portugal, tetapi banyak sinar matahari dan hangat serta pemandangan eksotis di Selat Gibraltar.Lalu malaikat menunjuk sebuah kepulauan sambil berseru, "Lalu daerah apakah itu Tuhan?" "O, itu," kata Tuhan, "itu Indonesia. Negara yang sangat kaya dan sangat cantik di planet bumi. Ada jutaan flora dan fauna yang telah Aku ciptakan di sana. Ada jutaan ikan segar di laut yang siap panen. Banyak sinar matahari dan hujan. Penduduknya Ku ciptakan ramah tamah,suka menolong dan berkebudayaan yang beraneka warna. Mereka pekerja keras, siap hidup sederhana dan bersahaja serta mencintai seni."Dengan terheran-heran, malaikat pun protes, "Lho, katanya tadi setiap negara akan diciptakan dengan keseimbangan. Kok Indonesia baik-baik semua. Lalu dimana letak keseimbangannya? "Tuhan pun menjawab dalam bahasa Inggris, "Wait, until you see the idiots I put in the government." (tunggu sampai Saya menaruh 'idiot2′ di pemerintahannya)


    Dan untuk rasa terima kasih untuk Kemerdekaan Indonesia yang ke 65 tahun, kami pemuda-pemudi Indonesia memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada pejuang yang telah mengorbankan darah dan air mata mereka untuk bangsa yang tidak tahu terima kasih ini.




    "Indonesia tanah air betadisana tempat lahir beta,dibuai dibesarkan bunda,Tempat berlindung di hari Tua...HIngga nanti menutup mata"



    HIDUPLAH INDONESIA RAYA!!

    Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More